Aku
adalah seorang penggemar masakan. Sudah banyak tempat yang kudatangi
untuk mencicipi masakannya. Tetapi aku justru tertarik oleh sebuah
warung yang kata teman-teman banyak menyediakan berbagai menu, sebut
saja warung plus (WP).
Seperti biasa, malam hari sekitar jam 19:00, sepulang kerja aku selalu
mencari tempat untuk makan (maklum bujangan), dan aku teringat oleh kata
temanku yang baru siang tadi makan di WP. Karena jarak antara kantor
dan WP agak jauh maka aku segera buru-buru melarikan mobilku.
Sesampainya di sana aku agak bingung, karena begitu banyak mobil dan
motor yang parkir. Tanpa pikir panjang kuparkir di tempat yang agak
jauh. Mobil yang parkir di situ rata-rata adalah mobil luar kota,
kebanyakan plat L dan W. Ketika memasuki WP, di sana ada banyak meja
yang kosong, sempat aku berpikir, "Apakah aku salah tempat?"
"Ndhut.." kulihat seorang teman memanggil diriku.
Aku biasa dipanggil Gendhut oleh teman karena perut yang agak menonjol, mungkin karena terlalu banyak makan.
"Den, ngapain di sini?" tanyaku ke Deny, karena kulihat di mejanya hanya ada sebotol Fanta dan gelas.
"Lagi nunggu," sahutnya.
"Nunggu apa? Makanan?" tanyaku penasaran.
"Lagi nunggu servis," balasnya yang membuatku penasaran.
"Servis apa? Mobil?" tanyaku semakin penasaran.
"Lha kamu mau apa?" Deny balik bertanya.
"Makan," jawabku polos.
"Wah kuno kamu, di sini ada servis selain makan dan minum," balas Deny sambil menyeringai.
"Mas, mau pesan apa?" tanya seorang cewek yang sempat membuatku terkejut.
"Eh.. di sini ada apa aja?" jawabku.
"Di sini ada cewek," sahut Deny seraya mengerlipkan sebelah mata kepada cewek tadi.
"Ah.. Mas Deny ini, genit ah.. kan pelanggan baru kalau nggak mau bagaimana?" jawab si cewek agak manja.
"Saya pesan nasi campur dan es jeruk yang lainnya nanti saja," jawabku
sambil memperhatikan cewek yang akhirnya kutahu namanya adalah Mina.
Mina adalah pegawai di warung itu, selain cantik juga mempunyai tubuh
yang lumayan, tinggi; sekitar 170 cm, kulit; putih mulus, dada; sekitar
36, pinggul; seksi (apalagi kalau berjalan). Sambil makan dan berbincang
dengan Deny, baru kutahu kalau si Deny ini sering ke sini, makanya dia
berani menggoda Mina. Selesai makan Deny mengajakku ke sebuah ruangan di
dalam warung itu, ruangan itu tidak terlalu lebar tapi sangat panjang
dan memiliki banyak kamar dan hanya ada satu pintu untuk masuk dan
keluar. Kulihat Deny memasuki kamar pertama, dan ternyata di situ adalah
tempat receptionis dan seorang wanita yang sedang menulis-nulis sebuah
buku (sepertinya buku administrasi).
"Mbak, ada yang kosong?" tanya Deny.
"Ada, ehm.. mau dua atau satu Den, atau.. masing-masing dua?" sambil melihat ke arahku.
"Masing-masing satu aja, ini temanku baru pertama kali ke sini," kata Deny.
"Oke, mau yang mana?" tanya wanita itu sambil memberikan foto-foto cewek
lengkap dengan nama dan umur mereka di balik foto-foto itu.
"Eh.. kamu mau yang mana?" tanya Deny kepadaku.
Kemudian aku melihat separuh foto-foto itu karena yang separuhnya sedang
dilihat Deny. Tak lama setelah kami bertukar foto, aku memilih sebuah
foto yang dibaliknya ada nama Putri dan berumur 20 tahun.
"Oke, silakan tunggu di kamar 30 dan 31!" jawab wanita itu sambil memberikan kunci kamar nomor 30 kepadaku.
Sambil berjalan menuju kamar 30, aku sempat mendengar suara desahan
nafas yang sangat kuhafal karena sering menonton film biru. Ketika aku
sampai di depan pintu kamar seorang cewek cantik berusia sekitar 18
tahun menghampiriku dan bertanya,
"Mau sama Mbak Putri ya Mas?" tanyanya.
"Iya.." jawabku sambil mengamati wajah dan tubuh yang hanya mengenakan
kaos ketat tipis tanpa BH dan celana ketat pendek (sepertinya celana
untuk senam).
"Mas baru pertama ya ke sini?" tanyanya menyelidik.
"Iya.. kok tahu?" sahutku.
"Iya, tahu dong kan yang masuk sini selalu saya perhatikan dan
kebanyakan hanya om-om. Oh iya nama saya Nani. Situ siapa?" tanyanya.
"Aku Charles. Masuk yuk, di dalam kan lebih enak!" sambil membuka pintu kamar dan menutup setelah Nani masuk.
Setelah berbincang dengan dia baru kutahu kalau dia anak pemilik warung
yang tidak diperhatikan oleh orangtuanya karena sibuk dengan urusan
warung, makanya dia berada di ruangan itu tanpa sepengetahuan
orangtuanya. Tak berapa lama kemudian pintu kamar terbuka, ternyata
Putri yang kupesan tadi.
"Maaf, lama menunggu ya," kata putri.
"Udah dulu ya Mas, Mbak putri sudah datang, silakan bersenang-senang," kata Nani.
"Lho, Nani nanti kalau ibu tahu kamu bisa dimarahi lho," kata Putri.
"Cuek aja, yang penting bisa happy (sambil keluar dari kamar)," kata Nani.
"Mas sudah lama nunggu ya?" tanya Nani.
"Ah enggak kok, lagian kan ada Nani," kataku.
"Saya ke kamar mandi dulu ya, Mas buka saja dulu pakaiannya supaya lebih rileks," kata Putri.
Setelah Putri masuk kamar mandi, kubuka baju dan celana sampai telanjang
bulat. Sambil menunggu kuperhatikan kamar itu, ternyata itu adalah
kamar Putri, di sana banyak foto Putri sedang in action. "Wah Mas kok
nafsu banget, nggak pakai pemanasan?" tanya Putri menyadarkanku dari
lamunan. Ternyata Putri sudah tidak memakai apa-apa kecuali handuk yang
hanya mampu menutupi dadanya yang kalau dilihat dia berukuran 35D itu,
dan daerah liang senggamanya hanya tertutupi oleh bulu kemaluan yang
tidak terlalu lebat.
"Mas, kok ngelamun?" tanya dia lagi.
"Wah tubuhmu bagus sekali," jawabku.
Tanpa basa-basi kutarik tubuh itu dan kuciumi bibir tipis yang membuat
wajahnya menjadi cantik. Putri tidak membalas ciuman pada menit pertama,
tapi lama kelamaan dia mulai membalas ciumanku dengan sangat buas. "Mas
rebahan di kasur ya! biar bisa isep itu," sambil menunjuk ke arah
kemaluanku yang tak terasa sudah mulai menegang.
Aku langsung saja tiduran dan dia membuka handuk yang menempel tadi dan
menjatuhkannya di lantai. Ternyata aku salah menilai susu yang besar
itu, ternyata berukuran 36D. Setelah menaiki kasur dia langsung menciumi
bibirku dan perlahan mulai turun dan akhirnya dia mengulum batang
kemaluanku yang berukuran sekitar 15 cm itu. Aku pun menikmati permainan
itu, secara perlahan dia mulai menaikiku dan mengarahkan batang
kemaluanku yang sudah siap perang ke arah lubang kemaluannya. "Bless.."
dan, "Ah.." Putri mendesah sambil memejamkan matanya. Agak lama dia
terdiam dan aku merasakan sesuatu yang memijit batang kemaluanku di
dalam lubang kemaluannya. Dia mulai membuka mata dan menaik-turunkan
pinggulnya.
"Ah.. ah.. ah.. Mass.. ah.. ennaaknyaa.. ah.." sambil terus
menaik-turunkan pinggulnya. Sampai akhirnya dia menjerit "Mass.. aku..
mauu.. keluuarr.. ah.." kurasakan ada cairan yang menyemprot kemaluanku
dengan derasnya. Namun aku masih belum bisa menerima perlakuan ini, aku
ganti posisi sehingga aku berada di atas dan dia membuka kakinya
lebar-lebar seakan menyambut kedatangan kemaluanku. "Ayo Mas, puaskan
Mas, basahi memek ini Mas." Tanpa ba bi bu, aku langsung menggenjot dia
sehingga dia mengalami klimaks yang kedua kalinya.
"Aaah.. aah.. aah.. Maass.."
"Puutt.. aku.. su.. dah.. nggak.. kuaat.. ah.."
Kuakhiri kata-kata terakhir sambil memuncratkan spermaku ke dalam lubang
kemaluannya. "Mas ini kuat sekali ya, aku belum pernah seperti ini,"
katanya sambil lubang kemaluannya memijit batang kemaluanku yang masih
tegang di dalam. "Aku juga Put, belum pernah merasakan yang seperti ini
(hanya alasan supaya senang)." Dan kami melakukannya sekali lagi karena
kemaluanku masih tegang dan dipijat terus oleh lubang kemaluannya,
jadinya tidak bisa tidur walau sudah keluar. Setelah selesai aku
membersihkan diriku di kamar mandi. Selesai mandi aku keluar kamar dan
melihat Putri tertidur, aku langsung saja keluar kamar, eh.. ternyata
Deny sudah lama menungguku dan dia sudah membayar ongkos service tadi.
Aku pun pamit dan berterima kasih pada Deny karena sudah malam dan besok
masih ada pekerjaan yang menunggu di kantor.
Pada hari Sabtu sore aku berjalan-jalan di sebuah pertokoan di dekat
alun-alun. Kulihat jam sudah menunjukan pukul 18.00 dan perutku sudah
mulai lapar. Ketika mencari sebuah rumah makan aku melihat ada seorang
gadis yang duduk sendiri membelakangiku dan tampaknya gadis itu adalah
Nani anak dari yang punya WP, dan kusapa dia.
"Hi, Nan.." sapaku.
"Oh, Mas Charles.." kata Nani.
"Sendiri?" tanyaku.
"Nggak, sama teman," jawabnya.
"Sama pacar?" tanyaku lagi.
"Pacar? belum punya tuh," katanya.
Tak lama kemudian ada sepasang muda-mudi yang bergandengan tangan ke arah kami.
"Mas kenalin ini teman saya Erika dan Budi," kata Nani.
"Nama saya Charles," kataku memperkenalkan diri.
"Saya Erika," kata Erika.
"Budi," kata Budi.
"Kok lama banget sih, kamu lagi pesan atau buat masakan?" tanya Nani.
"Kan antri non," kata Erika.
"Char, kamu nggak pesan?" tanya Budi.
"Sudah tadi (ketika sedang berduaan)," kataku.
"Nan, kamu nanti ikut kami nggak? Berempat kan asyik," kata Erika.
"Tanya dulu dong, masa langsung angkut. Mas Charles ada acara nggak?" tanya Nani.
"Nggak ada," kataku.
"Mau ikut kami?" tanya Nani.
"Ke mana?" tanyaku.
"Ada deh," kata Nani.
"Boleh, lagian besok libur kantor, nganggur," kataku.
Sambil makan aku memperhatikan Erika yang tak kalah cantik dibanding
Nani, tingginya sekitar 160 cm, dadanya sekitar 34, kulitnya coklat,
pinggulnya agak kecil (lumayan). Setelah makan kami menuju ke areal
parkir. Karena masing-masing bawa mobil (aku dan Budi) maka aku satu
mobil sama Nani karena dia yang tahu mau ke mana. Saat di dalam mobil
dia banyak cerita tentang temannya yang akhirnya kutahu kalau mereka itu
sedang berpacaran dan sudah bertunangan. Ketika akan melewati sebuah
hotel Nani menyuruhku untuk masuk ke dalam hotel itu.
"Mau nginap?" tanyaku.
"Ya ke sini ini tujuan kita," kata Nani.
Sambil mencari tempat parkir aku berpikir kalau aku sedang mendapat
kejutan akan berkencan dengan seorang gadis yang cantik dan gratis
karena dia yang mengajak. Setelah menemukan tempat yang aman dari teman
sekantor, kami masuk ke dalam dan teman Nani sudah memesan sebuah kamar
VIP. Kami pun berjalan mengikuti belboy yang menunjukkan di mana kamar
kami. Sesampainya di kamar, Budi memberi tip kepada belboy dan menutup
pintu kamar. Kamar yang unik menurutku (karena belum pernah masuk), ada
dua kasur besar di dalam dua ruangan tanpa pintu yang berseberangan,
sebuah ruang tamu lengkap dengan TV, kulkas, AC dan sebuah meja kecil
dengan telepon. Kami berempat duduk berpasangan di ruang tamu, aku
dengan Nani dan Budi dengan Erika. Tanpa menunggu aba-aba Budi langsung
menciumi Erika, dan kurasakan tangan Nani mulai membelai pahaku. Aku pun
langsung memeluk Nani dan menciumi bibir sensualnya. Nani pun membalas
ciuman itu dengan buas dan liar bagai singa sedang memakan mangsanya.
Kemudian Erika bertanya,
"Nan, kamu kamar yang mana?"
"Terserah deh, pokoknya ada kasurnya," kata Nani.
"Aku masuk dulu ya," kata Erika.
"Aku juga ah.. nggak enak di sini," kata Nani.
Sambil menarikku ke dalam kamar dan membaringkan aku dengan sedikit mendorong.
"Mas, aku akan servis kamu lebih dari yang pernah kamu alami," kata Nani.
"Boleh aja, asal bisa tahan lama," kataku.
Nani membuka pakaiannya sambil melenggak-lenggokkan pinggul layaknya
seorang penari striptease. Setelah pakaiannya habis dia berjongkok
sambil menciumi batang kemaluanku yang sudah tegak di dalam celana.
Sambil menciumi dia membuka celana dan aku membuka baju sampai telanjang
bulat. Dia langsung menciumi dan menjilati kemaluanku yang sudah tegak
berdiri dengan gagahnya.
"Mas besar sekali?" tanya Nani.
"Tapi enakkan.." kataku.
"Iya.." katanya.
Kemudian kutarik tubuhnya sehingga aku dapat menciumi lubang kemaluannya dan dia tetap dapat mengulum kemaluanku.
"Mas.. lidahnya.. nakal.. auw.. ah.." katanya sambil mendesah.
"Kamu juga pintar mainin lidah," kataku.
"Mas.. masukin.. aja.. ya.. aku.. pingin.. ini.." kata Nani.
Sambil memutar tubuhnya, sayub-sayub aku mendengar jeritan nikmat dari kamar seberang.
"Ah.. Mas.. nikmat.. Mas.. ah.." katanya ketika batang kemaluanku masuk
dan sambil menaik-turunkan pinggulnya aku merasakan batang kemaluanku
mendapat hisapan yang sangat kuat.
"Mas.. oh.. ah.. Mas.. enak.. ah.." desah Nani.
"Ka.. muu.. juga.." selang agak lama dia mulai mempercepat genjotannya dan akhirnya dia orgasme.
"Ah.. Mas.. ah.. enak.."
Aku tahu dia sudah lemas, maka aku membalikkan tubuhnya sambil batang kemaluanku tetap di dalam dan mulai menggenjot tubuhnya.
"Oh.. Mas.. yang keras.. Mas.. ah.." dia berkata sambil mengangkat kedua kakinya sehingga aku dapat menciumi betisnya.
Tak berapa lama, "Mas.. aku.. mau kegh.. luar.. ah.. Mas.. nggak.. kuat.." teriaknya.
"Ta.. han.. sebentar ya.. aku.. juga.. hmmff," aku mempercepat gerakan dan akhirnya..
"Mas.. ah.. aku.. keluar.. Mas.. aagh.. hmmff.. hmmff.."
"Ah.. ah.. oh.."
Kami mengeluarkan secara bersamaan dan aku mencium keningnya dan dia pun
membalas mencium dadaku sambil sedikit menggenjot secara halus untuk
mengeluarkan sisa sperma yang belum keluar. "Plok, plok, wah hebat bener
sampai Nani harus dua kali keluar," kata Erika yang sedang
memperhatikan kami, ternyata dia dan Budi sudah lama menonton
pertandingan kami dan kami tidak menyadarinya.
Setelah membersihkan diri kami berkumpul di ruang tamu sambil berbincang tanpa sehelai benang yang menempel.
"Gimana Nan enak?" tanya Erika.
"Luar biasa Er, aku belum pernah seperti ini," kata Erika.
"Kalau sama aku?" tanya Budi.
"Kamu sih nggak ada apa-apanya sama dia?" kata Nani sambil menyandarkan kepalanya di dadaku.
"Masa?" tanya Budi.
"Iya, punya dia kan lebih besar dan lebih lama," kata Nani.
"Kalau lama aku mungkin bisa kan biasanya melayani kalian berdua jadinya capek kan," kata Budi.
"Gimana kalau nanti kita tukar, aku sama Charles dan kamu (Nani) sama Budi," kata Erika.
"Wah rugi aku dapat Budi," kata Nani.
"Menghina ya," kata Budi.
"Nggak pa-pa Nan, aku kan juga pingin ngerasain," kata Erika.
"Kamu mau nggak Mas?" tanya Nani kepadaku.
"Boleh, tapi biasanya yang kedua lebih lama," kataku.
"Waduh, rugi dua kali nih," kata Nani.
"Kamu kan kapan-kapan bisa berduaan lagi, kalau aku kan mau menikah," kata Erika.
"Iya deh," kata Nani.
Setelah itu Erika dan Nani bertukar tempat dan sekarang Erika berada
dalam pelukanku sedangkan Nani bersama Budi. Selang agak lama
berbincang-bincang Erika mulai meraba-raba dadaku dan memberikan ciuman
kecil pada pentilku. Aku pun membalas dengan membelai lembut buah dada
yang tampak menggairahkan itu. Tak lama kemudian Budi menggendong Nani
dan membawanya memasuki kamar tempat Erika dan Budi bermain pada
mulanya. Sedangkan Erika semakin buas dan segera mengulum batang
kejantananku yang masih tidur dengan nyenyaknya. Aku pun menikmati
perlakuan yang diberikan Erika kepada batang kejantanan yang sekarang
setengah tiang itu. Tampaknya Erika sangat ahli dalam hal mengulum,
buktinya tidak lama kemudian adik kesayanganku itu terbangun dalam
keadaan siap tempur. Aku menjadi tidak sabar dengan keadaan itu maka
dengan nafsu yang besar kugendong tubuh Erika menuju ke kamar yang
satunya lagi.
Di dalam kamar langsung kulempar tubuh itu ke atas kasur dan aku pun
mulai menciumi daerah liang senggama Erika yang sudah terlihat sangat
merangsang. "Emh.. emh.. ahh.." tampaknya Erika mulai merasakan
rangsangan yang aku berikan. "Mas.. aku.. pingin.. Mas.. ah.." setelah
berkata, dia langsung membalikkan badannya dan sekarang posisi kami
saling berhadapan dengan dia di atas dan aku di bawah. Dia mulai
mengarahkan batang kemaluanku ke arah kemaluannya dan.. "Ahh.."
amblaslah batang kemaluan yang lumayan besar itu. Tanganku pun tak mau
tinggal diam, meremas-remas buah dada yang sedang mengayun-ayun di atas
dadaku. "Emh.. ah.." dia pun mulai memainkan pantatnya. Tak berapa lama
dia mengejang dan menurunkan pantatnya sampai batang kemaluanku amblas
tak terlihat, rupanya dia sudah orgasme, tapi dia tidak seperti habis
orgasme tetap menaik-turunkan pantatnya malah semakin cepat. Aku pun
merasa nikmat dan dalam waktu singkat aku pun orgasme. Kami pun tertidur
kecapaian sambil kemaluanku tetap di dalam liang senggamanya dan
kepalanya berada di dadaku. Keesokan harinya kami pulang ke rumah
masing-masing, dan sejak kejadian itu aku tidak pernah bertemu dengan
Erika lagi, begitu juga Nani, entah kemana mereka, seolah hilang ditelan
bumi. Maka aku pun hanya bisa membayangkan tidur bersama mereka berdua.
Dan aku semakin sering datang ke warung barangkali bisa bertemu Nani,
kalaupun tidak bertemu masih ada keistimewaan dari warung itu, makan
sambil ngeseks.